Seporsi Mi Goreng Bang Rossi. Foto: DSP/writeitmagazine.com
Write it - Waktu hampir menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi jalanan masih saja ramai. Deru mesin kendaraan bermotor belum mengisyaratkan tanda-tanda akan mereda. Begitulah situasi di Jalan Setiamekar yang menjadi urat nadi warga Bekasi Timur dan Tambun Selatan. Di jalanan ini pula berdiri kokoh pusat ekonomi kerakyatan yang telah lama hadir, Pasar Rawa Kalong. Pasar ini sempat terbakar beberapa waktu lalu. Perlahan tapi pasti, semua sendinya mulai bangkit kembali.
Di antara bisingnya malam, nampak gerobak nasi goreng yang memancar pijar cahayanya. Nasi goreng Bang Rossi, begitu khalayak mengenalnya. Telah lama eksis, kedai kaki lima ini berdiri di pelataran bengkel sepeda, di samping toko elektronik Sinar Terang yang berada di depan Pasar Rawa Kalong. Kedai ini cukup sederhana, hanya memiliki satu buah meja yang mampu menampung enam sampai delapan orang, sama seperti nasi goreng kaki lima pada umumnya.
Menyiapkan dagangan ketika senja dan berjualan hingga dini hari, nasi goreng Bang Rossi nyaris tak pernah sepi. Ada saja pembeli yang datang. Terkadang kita harus mengantre meski hanya sebentar.
Gerobak Nasi Goreng Bang Rossi. Foto: DSP/writeitmagazine.com
Menu yang disajikan cukup sederhana, di antaranya adalah nasi goreng dan aneka mi serta kwetiau, sama seperti pedagang nasi goreng pada umumnya. Satu porsi nasi dan mi goreng dibanderol Rp 15 ribu. Tetapi hari ini kami akan coba mengulas mi goreng seperti yang direkomendasikan oleh beberapa pelanggan. Mi goreng sepertinya menjadi menu favorit di kedai ini.
Porsi yang disajikan terbilang besar, sedikit lebih banyak dari sajian mi goreng pada umumnya. Tekstur minya pas, tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembek. Sayuran seperti kol juga turut andil dalam komposisi, tak lupa disertakan kerupuk yang telah dikemas dalam plastik bening.
Secara umum, mi goreng Bang Rossi memiliki rasa yang cenderung manis dan gurih. Rasa manis bisa semakin menonjol jika pembeli memesan dengan ekstra kecap, biasanya dipesan racikan pedas manis. Tingkat kepedasannya sendiri cukup aman meski bisa disesuaikan oleh sang pemesan. Mi goreng yang disajikan tidak kering dan berminyak, tetapi tergolong sedikit basah.
Satu Porsi Mi Goreng Bang Rossi yang Dibungkus. Foto: DSP/writeitmagazine.com
Telur yang dimasak secara ‘orak-arik’ sebagai komposisi tetap mi gorengnya pun memiliki rasa gurih yang kuat. Entah bagaimana caranya, tetapi saat memasak Bang Rossi terlihat sering memainkan besaran api. Mungkin ada teknik khusus yang membuat bumbu mampu mengeluarkan segenap potensi rasanya.
Mi dan sayur tentu memiliki perbedaan tekstur yang sangat kentara, namun ketika telah disajikan di piring semuanya tampak menyatu. Sayuran terkesan terlalu matang tetapi justru di situlah kenikmatannya bagi sebagian pelanggan. Walau terkadang ada sayuran yang memiliki potongan terlalu besar.
Satu hal yang menarik adalah adanya bawang merah dalam acar, tak hanya timun dan wortel. Tidak spesial karena banyak juga kedai lain yang mengaplikasikannya. Namun hal kecil semcam ini terkadang mampu menjadi pembeda. Bawang merah cukup menjadi penyegar di kala Anda menyantap makanan dengan rasa gurih yang kuat.
Kedai Bang Rossi pun memiliki celah. Konsistensi rasa menjadi masalah serius dalam sajiannya. Hal ini wajar karena Bang Rossi kerap bergantian dengan pegawainya dalam memasak. Terkadang rasa hidangan tidak sesuai harapan ketika bukan Bang Rossi yang memasaknya. Rasa makanan memang tidak terlalu jauh, tapi tetap saja berbeda. Ungkapan "beda tangan beda rasa" mungkin cukup tepat untuk menggambarkan kondisi ini.
(OTK/MSY)