Sarung Wadimor Ceria / Foto: writeitmagazine.com
Write it - Sebuah kotak tersimpan di atas meja. Di bagian kamar, tersudut oleh lekukan lemari. Kotak ini tertumpuk beserta benda-benda lainnya. Tak terasa sudah setahun lamanya dia berdiam diri di sana.
Kotak ini berbentuk persegi panjang pipih, tingginya tak melebihi korek api gas. Biru, hitam, dan sedikit aksen kuning menghiasi sekujur tubuhnya. Kotak ini berisi selembar kain seperti tabung. Sarung, begitu orang Indonesia biasanya menyebutnya. Nama pabrikan juga terpampang di bagian atas kotak, Sukorintex. Kecil namun cukup terbaca.
“Sarung Wadimor Ceria”, terlihat jelas tulisan laksana judul buku. Wadimor, merupakan merek sarung legendaris di Indonesia. Namanya tentu tak asing di telinga. Tentu saja ia juga bersanding dengan para “kompatriot” yang lain seperti Mangga, Atlas, Gajah Duduk, Pohon Korma, atau Sapphire.
Kembali pada masa satu tahun lalu saat kami mendapatkannya. Banderol yang tertera tak sampai Rp 100 ribu. Ceria, adalah tipe dari varian ini. Pembedaan tipe pada produk yang dihasilkan tentu mengandung ciri khas tersendiri. Kita bisa melihatnya dari motif, corak, atau bahan baku yang digunakannya.
Secara umum sarung ini memiliki motif kotak-kotak. Motif yang sangat umum dan berkesan klasik untuk sebuah rancangan sarung. Motif kotak-kotaknya terbilang besar ke arah menengah. Hitam dan cokelat menjadi warna yang dominan. Terdapat stiker logo produk yang merekat erat di tubuh sarung.
Jika diperhatikan secara seksama, sejatinya motif yang dimiliki tidak monoton. Terdapat gradasi warna di tubuhnya. Gradasi warnanya cukup halus dan konsisten. Di bagian bawah sarung juga terdapat pola garis-garis yang manis.
Setelah ditelisik lebih dalam, permukaan sarung terbilang lembut untuk sebuah produk yang belum digunakan. Jika diraba lebih jauh kekakuan memang sedikit terasa. Maklum, meski terdiam lebih dari setahun tetapi sarung ini belum memiliki jam terbang. Dan tentu saja belum bersentuhan dengan sabun cuci. Jahitannya tergolong rapi meski ada beberapa benang yang belum dipotong. Hal ini tergolong wajar dalam dunia persarungan.
Wadimor, seperti sarung legendaris lainnya, terbilang memiliki tingkat keawetan yang baik. Masa pakainya cukup panjang. Menurut pengalaman kami, sangat jarang ditemui kesalahan atau cacat produksi. Artinya sarung ini memiliki standar pengendalian mutu yang tinggi.
Wadimor, dibandingkan dengan kompatriotnya, memiliki keunikan tersendiri. Dalam banyak “meme” yang beredar di dunia maya, sarung ini diparodikan memiliki kemampuan tertinggi jika digunakan untuk “perang sarung”. Sebuah tradisi yang mengakar di masyarakat dan biasanya dilakukan oleh anak-anak. Belum jelas apa yang mendasari atau yang menjadi tolok ukur bagi kemampuan Wadimor. Yang pasti joke ini sudah jamak bagi para pelaku perang sarung.
(OTK/MSY)