Namun yang membuat
Dusun Butuh dijuluki sebagai “Nepal Van Java” agaknya adalah jajaran rapi rumah
penduduk bercat warna-warni, kontras dengan warna pepohonan di sekitarnya.
Cukup mirip dengan lanskap permukiman warga Desa Namche Bazaar di Nepal.
Bedanya, untuk mencapai
Dusun Butuh Anda tak perlu mendaki terlebih dahulu layaknya ke Desa Namche
Bazaar yang dilalui pendaki saat menuju puncak Everest. Meski terletak di
lereng Gunung Sumbing, Anda bisa mencapai Dusun Butuh menggunakan motor ataupun
mobil.
Jalanan menuju Nepal
Van Java ini sudah beraspal meski cukup sempit dan agak merepotkan jika
berpapasan dengan mobil lain. Pastikan kendaraan Anda berada
dalam kondisi prima karena selain sempit, jalan yang dilalui juga berkelok dan
terjal.
Meski perlu perhatian
ekstra saat berkendara di wilayah ini, namun hamparan
kebun sayur dan pepohonan hijau di kanan kiri jalan bakal cukup menenangkan.
Apalagi ditambah udara sejuk khas pegunungan. Perjuangan Anda akan terbayar
saat mencapai Nepal Van Java ini.
Menyusuri Nepal Van Java ala Indonesia
Setelah memarkir kendaraan di beberapa titik yang disediakan, Anda dapat mulai berjalan menyusuri Dusun Butuh. Gapura bercat gelap bertuliskan “Dusun Butuh” bakal menyambut kedatangan pengunjung.
Sebelum masuk ke dalam area permukiman, Anda juga akan disambut oleh sebuah patung sesosok pendaki berwarna emas. Sebagai tambahan informasi, Dusun Butuh yang berada di Desa Temanggung, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah juga merupakan salah satu basecamp bagi para pendaki sebelum menuju puncak Gunung Sumbing. Bukan hal aneh jika Anda menemukan pemandangan orang-orang yang berjalan atau membonceng motor sambil memanggul tas carrier.
Semakin dekat, rumah-rumah
penduduk berjajar rapi dengan cat warna-warni yang tidak terlalu mencolok nampak
lebih menawan. Angin yang bertiup saat kami berkunjung pada bulan Januari 2021
lalu cenderung kencang. Bau kabut yang agak basah dan dingin pun langsung menyambut.
Sebelum mengunjungi lokasi wisata ini, pastikan badan
dalam kondisi bugar.
Tak jauh dari gapura
desa, terdapat loket yang terletak di salah satu bangunan rumah di kanan jalan.
Tiket masuk kawasan wisata ini dibanderol Rp8 ribu per orang. Selesai membayar,
Anda dapat memilih untuk menyusuri Dusun butuh dengan berjalan kaki atau
menyewa motor warga yang banyak ditawarkan di sekitar lokasi.
Kalau punya nyali lebih
tak ada salahnya mencoba menyewa ojek yang ditawarkan oleh warga menuju ke
Puncak Puthuk di perkebunan Dusun Butuh. Jika beruntung, di sana Anda dapat
menikmati panorama atas awan yang indah. Sebab di atas
Puncak Puthuk merupakan Pos 1 pendakian ke Gunung Sumbing.
Kami memutuskan untuk
berjalan santai menelusuri Dusun Butuh. Jalanan di area kampung ala Nepal ini begitu sempit dan
curam. Namun sepanjang perjalanan menyusuri salah satu jalannya, kami sempat
beberapa kali berpapasan dengan warga yang lincah berkelok dan bermanuver
mengemudikan motor di jalanan kecil, menikung, dan terjal tersebut. Melihatnya
saja sudah membuat adrenalin kami terpacu.
Rupa-Rupa Dusun Butuh
Sedikit naik, tak
begitu jauh dari loket masuk Anda akan disambut dengan balai serba guna sebagai tempat menampung sayuran segar hasil panen penduduk.
Di sekitarnya ada pasar dadakan kecil dan juga beberapa kios yang menjajakan
aneka hasil bumi warga. Pamandangan sayuran yang baru dipetik tersebut tak jemu
memanjakan mata.
Deretan rumah bercat
warna-warni juga menghiasi sepanjang perjalanan, kontras dengan warna
perbukitan yang didominasi hijau. Makin menarik karena di beberapa tembok rumah
terpampang hasil karya mural yang elok. Penikmat swafoto tak bakal kehabisan
spot untuk mengabadikan momen di sini.
Selain itu, ada beberapa titik yang khusus disediakan untuk mengambil gambar ala Nepal Van Java maupun melihat hamparan punggung gunung di sekitar Dusun Butuh. Namun jika ingin mendapatkan hasil foto serupa Nepal di Pegunungan Himalaya, Anda membutuhkan bantuan drone untuk hasil yang lebih maksimal.
Di sepanjang jalan, tak
sedikit warga yang membuka warung di teras rumahnya. Obat-obatan ringan, aneka camilan
dan minuman tersedia di sana. Tak tahan dengan kencangnya angin dan dinginnya cuaca, kami sempat membeli minuman herbal instan
untuk masuk angin di salah satu warung.
Jika perut
lapar, di Dusun Butuh juga ada beberapa
warung yang menjajakan makanan berat. Menu sederhana seperti mi instan, nasi
dan lauk, gorengan serta aneka minuman hangat pun tersedia. Meski tak banyak jenis makanan yang ditawarkan, setidaknya cukup untuk mengisi perut yang
keroncongan akibat hawa dingin dan angin kencang.
Harga makanan dan
minuman di sekitar Nepal Van Java juga cukup terjangkau. Mulai dari Rp3 ribu sampai Rp10 ribu Anda sudah dapat menikmati makanan dan minuman hangat plus
bonus pemandangan hamparan bukit hijau yang segar. Kalau ingin menikmati Dusun Butuh lebih lama, beberapa penginapan
yang tersedia juga bisa Anda coba.
Jalan menuju dan dari Dusun Butuh cukup terjal, tapi untungnya dibuat menjadi satu pintu untuk masuk-keluar. Langkah ini cukup
mengurangi kemungkinan berpapasan dengan kendaraan lain. Lahan parkir yang
disediakan pun tersebar di beberapa lokasi dan lumayan luas
sehingga memudahkan pengunjung. Untuk biaya parkir
mobil dibanderol Rp10 ribu, sedangkan motor Rp3 ribu. Hawa dingin, pemandangan
elok, dan warga sekitar yang menyambut hangat dengan senyum ramah mewarnai
perjalanan kami di Dusun Butuh, Nepal Van Java ala Indonesia.
(MSY/OTK)